Langsung ke konten utama

Hukum Shalat Sunnah, Tapi Punya Utang Shalat Wajib

Hukum Shalat Sunnah, Tapi Punya Utang Shalat Wajib - Kajian Islam Tarakan
Hukum Shalat Sunnah, Tapi Punya Utang Shalat Wajib

Mengqadha’ shalat adalah salah satu kewajiban bagi seseorang yang meninggalkan shalat fardhu pada waktu yang telah ditentukan. Sebuah hadits menjelaskan sebagai berikut:

مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Artinya, “Barang siapa lupa shalat atau tertidur hingga meninggalkan shalat, maka tebusannya adalah melaksanakan shalat tersebut ketika ia ingat,” (HR Muslim).

Shalat yang ditinggalkan oleh seseorang ada kalanya dikarenakan terdapat uzur atau tanpa uzur. Meninggalkan shalat karena uzur misalnya dikarenakan ia lupa terhadap shalat atau tidur sebelum waktu masuknya shalat dan bangun ketika waktu shalat telah habis, maka dalam keadaan demikian ia harus mengqadha’ shalatnya namun tidak wajib melaksanakan qadha’ tersebut sesegera mungkin setelah uzurnya hilang.

Sedangkan orang yang meninggalkan shalat tanpa uzur misalnya seperti orang yang malas melakukan shalat, tidur setelah masuknya waktu shalat, terlalu sibuk bekerja hingga tidak sempat melaksanakan shalat, dan juga kasus-kasus yang lain sekiranya ia masih ingat atau sadar ketika masuknya waktu shalat, maka mengqadha’ shalat dalam hal ini wajib untuk dilakukan sesegera mungkin setelah habisnya waktu shalat.

Termasuk shalat yang wajib diqadha’i sesegera mungkin adalah shalat-shalat yang ia tinggalkan di masa lalu semenjak ia baligh karena malas, belum dapat hidayah dan faktor-faktor lain yang bukan termasuk dalam kategori uzur, meskipun shalat yang dulu ia tinggalkan tak terhitung jumlahnya karena begitu banyak, maka ia berkewajiban mengqadha’ shalat sebanyak mungkin sekiranya ia yakin bahwa shalat qadha’ yang telah ia laksanakan telah melampaui shalat-shalat yang dulu ia tinggalkan.

Dalam melaksanakan shalat yang ditinggalkan tanpa adanya uzur terdapat ketentuan khusus yaitu wajib menggunakan seluruh waktunya untuk mengqadla’i shalat yang ia tinggalkan kecuali untuk kepentingan yang bersifat pokok baginya seperti makan, minum, tidur, kencing dan lain-lain.

Sebab melaksanakan shalat yang ia tinggalkan wajib sesegera mungkin, sehingga ketika ia melaksanakan hal lain yang tidak bersifat pokok bagi dirinya maka berarti ia dianggap sebagai menunda melaksanakan qadha’ shalatnya dan hal ini adalah sesuatu yang diharamkan.

Termasuk dari hal yang diharamkan baginya adalah melakukan shalat sunnah, sebab hukum mengqadha’i shalat dengan sesegera mungkin baginya adalah wajib, sedangkan melaksanakan shalat sunnah, seperti qabliyyah, ba’diyyah, dhuha dan shalat sunnah yang lain adalah sunnah.

Ketika ia melaksanakan shalat sunnah, berarti ia lebih mementingkan kesunnahan daripada kewajiban dan hal ini jelas tidak diperbolehkan. Bahkan menurut Imam Zarkasyi, shalat sunnah yang ia lakukan dihukumi tidak sah. Penjelasan di atas seperti yang terdapat dalam Kitab Fathul Mu’in:

قال شيخنا أحمد بن حجر رحمه الله تعالى: والذي يظهر أنه يلزمه صرف جميع زمنه للقضاء ما عدا ما يحتاج لصرفه فيما لا بد منه، وأنه يحرم عليه التطوع (قوله: وأنه يحرم عليه التطوع) أي مع صحته، خلافا للزركشي

Artinya, “Guruku, Ahmad bin Hajar berkata, ‘hal yang jelas bahwasannya wajib (bagi orang yang meninggalkan shalat tanpa uzur) untuk mengalokasikan seluruh waktunya untuk melakukan qadha’ selain waktu yang ia butuhkan berupa sesuatu yang tidak dapat ia tinggalkan, dan sesungguhnya haram baginya melakukan shalat Sunnah, meski shalatnya tetap sah, namun imam az-Zarkasyi berpandangan berbeda (tidak sah shalatnya),’” (Lihat Syekh Zainuddin Al-Malibari, Fathul Muin, juz I, halaman 31).

Berbeda halnya melaksanakan shalat sunnah bagi orang yang meninggalkan shalat karena uzur, maka hal ini tetap diperbolehkan baginya, sebab ia tidak wajib mengqadha’i shalat yang ia tinggalkan sesegera mungkin, namun hal tersebut hanya sebatas sunnah baginya.

Demikian penjelasan materi ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa melaksanakan shalat sunnah bagi orang yang meninggalkan shalat tanpa adanya uzur adalah hal yang diharamkan bahkan akan berakibat tidak sahnya shalat menurut Imam Az-Zarkasyi.

Adapun orang yang meninggalkan shalat karena uzur, boleh baginya melaksanakan shalat sunnah tanpa ada larangan dari syara’. Oleh sebab itu jika di masa lalu kita pernah meninggalkan shalat dan belum kita qadha’i, alangkah baiknya kita mengqadha’ shalat tersebut sesegera mungkin, karena akan berakibat pada haramnya melaksanakan ibadah-ibadah lain. Wallahu a’lam. (Ali Zainal Abidin)

Sumber Web : https://islam.nu.or.id/post/read/99268/hukum-shalat-sunnah-tapi-punya-utang-shalat-wajib (Kamis 22 November 2018 04:00 WIB)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuntutan Sunnah dan Adab Berhari Raya

*⭐ TUNTUNAN SUNNAH DAN ADAB BERHARI RAYA * 1️⃣.  Memperbanyak Takbir, Tahmid dan Tahlil. 2️⃣.  Mandi sebelum menunaikan shalat Id. 3️⃣. Menggunakan pakaian terbaik, memakai wewangian dan berhias. 4️⃣. Menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat dan kembali dari shalat Id. 5️⃣. Disunnahkan makan terlebih dahulu meskipun sedikit sebelum shalat Id Fitri. 6️⃣. Menunaikan shalat Id dan mengajak semua ahli keluarga turut serta. 7️⃣. Mendengarkan khutbah Id sampai selesai. 8️⃣. Saling berziarah, bertahniah (mengucapkan selamat), saling mendoakan. 9️⃣. Membuat perayaan yang dibolehkan, seperti menghidangkan makanan. 🔟. Menampakkan kegembiraan seperti melakukan permainan yang mubah dan memberi hadiah. *#Selamat Hari raya Idul Fithi 1442 H. Taqaballah minna wa minkum.* ©️AST Sumber WAG : SUBULANA I 13 Mei 2021  Kajian Sunnah

Penentang Dakwah Sunnah dan Salaf?

PENENTANG DAKWAH SUNNAH DAN SALAF? Abdul Wahid Alfaizin  Sering sekali kita jumpai ketika ada yang mengkritik atau meluruskan sebuah pemahaman salah seorang ustadz atau kelompok, maka pengkritik tersebut langsung dilabeli dengan "Penentang Sunnah" atau "Penentang Dakwah Sunnah" atau terkadang "Penentang Dakwah Salaf". Seakan-akan ketika ada yang tidak sama dengan pemahamannya, maka secara otomatis bertentangan dengan Al-Qur'an atau Sunnah Rasulullah. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan sikap para salaf dalam menghadapi perbedaan. Salah satu sikap salaf yang perlu dijadikan contoh adalah sikap Umar bin Khattab berikut ini seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi كَتَبَ كاتِبٌ لِعُمَرَ بنِ الخطابِ: هذا ما أرَى اللهُ أميرَ المُؤمِنينَ عُمَرَ. فانتَهَرَه عُمَرُ وقالَ: لا، بَلِ اكتُبْ: هذا ما رأى عُمَرُ، فإِن كان صَوابًا فمِنَ اللهِ، وإِن كان خَطأً فمِن عُمَرَ [أبو بكر البيهقي، السنن الكبرى للبيهقي ت التركي، ٣٤٠/٢٠] “Ada seorang yang menulis keputusan...

Jenjang Kurikulum Ilmu Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah

Jenjang Kurikulum Ilmu Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah Jenjang kurikulum ilmu akidah Ahlussunnah wal Jamaah menurut Syaikh Said Fodah. Save  Abdul Wahab Ahmad 17 Desember 2020·  Sistematika pembelajaran atau kurikulum ilmu tauhid (aqidah) yang disusun oleh Syaikh Said Foudah. • Level 1 (al-Mustawa al-Awwal) 1. Matan Khoridah al-Bahiyyah, beserta syarahnya yang ditulis oleh Syaikh Abu al-Barakat al-Dardir 2. Syarh Umm al-Barahin, karya Imam al-Sanusi 3. Nadzm Jauharah al-Tauhid, beserta syarahnya; Hidayah al-Murid yang ditulis oleh al-Nadzim sendiri yaitu Syaikh Ibrahim al-Laqqani • Level 2 (al-Mustawa al-Tsani) 1. Al-Iqtishad fi al-I'tiqad, karya Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali 2. Ma'alim Ushul al-Din, karya Imam Fakhruddin al-Razi 3. Syarh al-Aqidah al-Kubra, karya Imam al-Sanusi 4. Syarh al-Aqaid al-Nasafiyyah, karya Sa'd al-Din al-Taftazani • Level 3 (al-Mustawa al-Tsalits) 1. Matholi' al-Andzhor 'ala Thowali' al-Anwar, karya Syamsuddin al-Ashfahani. Kitab ini ...

Komunitas Kajian Islam

Kajian Islam Kajian Islam Kajian Islam Masjid Almaarif Tarakan NU Online