Langsung ke konten utama

Benarkah Olahraga Renang Sunnah Nabi?

Benarkah Olahraga Renang Sunnah Nabi? - Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA - Kajian Sunnah Tarakan
Benarkah Olahraga Renang Sunnah Nabi?
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA

Pertanyaan :
Assalamu'alaikum

Mohon berkenan ustadz menjelaskan tentang hukum syariah terkait dengan olah raga berenang :

1. Benarkah berenang itu merupakan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW? Kalau memang merupakan sunnah, adakah dalil tentang hal itu?

2. Kebanyakan kolam renang mengharuskan kita berenang dengan hanya menggunakan celana renang. Dan itu berarti kita membuka aurat? Apakah hal ini bisa disebut darurat dan ada pengecualian?

Mohon penjelasan dari ustadz terkait dengan masalah berenang ini. 

Terima kasih ust

Wassalamu'alaikum..

Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

A. Dalil Terkait Renang

Kalau kita telusuri memang ada beberapa hadits Nabi SAW yang menyinggung masalah berenang ini. Di antara hadits itu adalah hadits berikut ini :

كُلُّ شَئْ ٍلَيْسَ فِيْهِ ذِكْرُ اللهِ فَهُوَ لَهْوٌ وَلَعِبٌ إِلاَّ أَرْبَعٌ مُلاَعَبَةُ الرَّجُلِ امْرَأَتَهُ وَتَأْدِيْبُ الرَّجُلِ فَرَسَهُ وَمَشْيُهُ بَيْنَ الْغَرْضَيْنِ وَتَعْلِيْمُ الرَّجُلِ السِّبَاحَةَ

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Segala sesuatu yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau, dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasa’i).

Kalau kita perhatikan teks hadits di atas, Rasulullah SAW menyebutkan bhawa mengajarkan renang bukan termasuk perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa perbuatan lainnya. Hanya saja beliau tidak secara langsung memerintahkan, apalagi mencontohkan dalam bentuk perbuatan.

Perkataan Umar bin Al-Khattab

Sedangkan dalil yang amat populer di tengah masyarakat bahwa ada perintah untuk mengajarkan anak-anak berenang, termasuk di dalamnya memanah dan menunggang kuda, ternyata bukan hadits nabi. Para ulama umumnya menyebut perintah itu merupakan perintah dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu.

عَلِّمُوا أَوْلاَدَكُم السِّبَاحَةَ وَالرِّمَايَةَ وَرُكُوْبَ الخَيْلِ

Umar bin Al-Khattab berkata,"Ajari anak-anakmu berenang, memanah dan naik kuda".

Perkataan di atas lebih tepat untuk dinisbatkan kepada Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu. Sebab kalau dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, banyak para ulama hadits yang menentangnya.

Atsar dari Umar ini sampai kepada kita lewat jalur Bakr bin Abdillah, dari Abdullah Al-Anshari dan Jabir bin Abdillah, Abu Rafi' dan Ibnu Umar, yang diriwayatkan secara marfu'.

Hadits sejenis juga ada, yaitu yang menyebutan keharusan mengajarkan anak kita berenang. Namun para ulama mengatakan bahwa hadits itu bermasalah. Hadits itu adalah :

عَنْ أَبِي رَافِعِ قَالَ قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَلِلْوَلَدِ عَلَيْنَا حَقٌّ كَحَقِّناَ عَلَيْهِمْ ؟ قاَلَ : نَعَمْ حَقُّ الوَلَدِ عَلىَ الوَالِدِ أَنْ يُعَلِّمَهُ الكِتَابَةَ وَالسِّبَاحَةَ وَالرَّمْيَ

Dari Abi Rafi', dia bertanya,"Ya Rasulullah, apadaha ada kewajiban atas kita terhadap anak kita, sebagaimana kewajiban anak kepada kita?". Rasulullah SAW menjawab,"Ya, hak anak atas ayahnya adalah diajarkan membaca, berenang dan memanah".

B. Istimbath Hukum

Dengan dalil-dalil di atas, umumnya para ulama sampai kepada kesimpulan bahwa pada dasarnya hukum berenang adalah sesuatu yang mubah, bukan termasuk sunnah apalagi kewajiban.

Namun hukum mubah ini masih tergantung kepada tujuan dan tata caranya. Bila tujuan dan tata caranya sesuai dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa menjadi mustahab atau sunnah. Sebaliknya bila tujuan atau tata cara yang dipakai bertentangan atau berseberangan dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa berubah menjadi makruh, bahkan sampai ke tingkat haram.

C. Ketentuan Syar'i

Agar berenang tidak menyalahi ketentuan syariat, maka harus dijaga agar jangan sampai sesuatu yang hukum dasarnya halal, kemudian berubah menjadi haram, karena di dalamnya ternyata terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat.

1. Diutamakan Sejak Kecil

Belajar berenang diutamakan sudah dilakukan sejak usia masih kecil. Setidaknya ada dua alasan yang melatar-belakanginya.

Alasan pertama, karena belajar menguasai sesuatu akan menjadi lebih mudah bila dikerjakan di usia dini. Maka nasehat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu untuk mengajarkan anak-anak kita berenang sejak kecil sudah sangat tepat.

Alasan kedua, anak yang masih kecil belum lagi terikat dengan aturan masalah membuka aurat serta keharusan menjaga pandangan.

2. Menutup Aurat

Meskipun renang, namun urusan menutup aurat tetap merupakan kewajiban yang tidak ada keringanannya. Sebab tidak ada unsur darurat dalam olahraga renang.

Aurat laki-laki tetap harus ditutup saat berenang. Dan kita sudah tahu batasnya yaitu antara pusat (puser) dan lutut.

Sedangkan aurat seorang wanita dengan sesama wanita berbeda dengan aurat wanita di depan laki-laki yang ajnabi (asing) dan bukan mahram. Sesama wanita boleh terlihat bagian-bagian tubuh tertentu seperti rambut, tangan dan kaki.

Oleh karena itu bila kolam renang itu khusus untuk wanita, pakaiannya menjadi lebih bebas, ketimbang kolam itu ada laki-lakinya.
Sedangkan di depan orang laki-laki yang asing, batasnya tetap seluruh tubuh kecuali kedua tangan hingga pergelangan dan kedua kaki hingga batas mata kaki.

3. Kolam Terpisah
Namun yang paling benar adalah berenang di tempat yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan sebagian kalangan sudah sampai ke level menjadikan syarat kebolehan. Tujuannya bukan sekedar terjaga aurat, tetapi juga agar tidak terjadi campur baur antara laki-laki dan wanita. Setidaknya menghindari untuk berada pada satu kolam.

Memang agak sulit kalau yang kita gunakan merupakan kolam renang umum. Sebab konsepnya memang dibuat untuk umum, dimana laki-laki dan perempuan dibiarkan berenang campur aduk.

4. Trik Mensiasati

Untuk mensiasatinya ada banyak cara yang bisa kita lakukan dengan kreatif. Semua kembali lagi kepada kita sendiri.

Salah satunya yang bisa dicontoh adalah kebiasaan salah seorang dosen saya dari Madinah. Beliau ini kalau liburan ke Indonesia selalu menginap di hotel mewah bintang lima yang ada fasilitas kolam renangnya. Dan hampir tiap hari beliau berenang tanpa bercampur dengan wanita, bahkan juga tidak bercampur dengan orang lain.

Beliau berenang sehabis shubuh, ketika para tamu hotel masih ngorok di kamar masing-masing. Beliau bisa berenang sepuasnya. Yang menarik beliau berang bukan cuma hanya main air macam kita ini, tetapi serius berenang dari ujung ke ujung tanpa putus hingga bisa sampai 7 kali bolak-balik.

Begitu hari mulai agak siang, ketika mulai muncul tamu hotel yang mau ikutan masuk kolam renang, beliau sudah menyelesaikan ritual berenang di pagi hari itu.

Trik lain yang juga sering digunakan adalah menyewa kolam renang khusus yang memisahkan laki-laki dan perempuan. Di beberapa tempat tertentu sudah banyak dibuka kolam renang khusus muslimah. Laki-laki dilarang masuk secara total. Maka pegawai dan petugas kolam itu pun juga sama-sama wanita muslimah juga.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc., MA

Kirim Pertanyaan : tanya@rumahfiqih.com

Sumber : https://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1415611209&amp%3B=bagaimana-menentukan-arah-kiblat.htm (Wed 12 November 2014 08:45)

kajian sunnah tarakan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuntutan Sunnah dan Adab Berhari Raya

*⭐ TUNTUNAN SUNNAH DAN ADAB BERHARI RAYA * 1️⃣.  Memperbanyak Takbir, Tahmid dan Tahlil. 2️⃣.  Mandi sebelum menunaikan shalat Id. 3️⃣. Menggunakan pakaian terbaik, memakai wewangian dan berhias. 4️⃣. Menempuh jalan yang berbeda ketika berangkat dan kembali dari shalat Id. 5️⃣. Disunnahkan makan terlebih dahulu meskipun sedikit sebelum shalat Id Fitri. 6️⃣. Menunaikan shalat Id dan mengajak semua ahli keluarga turut serta. 7️⃣. Mendengarkan khutbah Id sampai selesai. 8️⃣. Saling berziarah, bertahniah (mengucapkan selamat), saling mendoakan. 9️⃣. Membuat perayaan yang dibolehkan, seperti menghidangkan makanan. 🔟. Menampakkan kegembiraan seperti melakukan permainan yang mubah dan memberi hadiah. *#Selamat Hari raya Idul Fithi 1442 H. Taqaballah minna wa minkum.* ©️AST Sumber WAG : SUBULANA I 13 Mei 2021  Kajian Sunnah

Penentang Dakwah Sunnah dan Salaf?

PENENTANG DAKWAH SUNNAH DAN SALAF? Abdul Wahid Alfaizin  Sering sekali kita jumpai ketika ada yang mengkritik atau meluruskan sebuah pemahaman salah seorang ustadz atau kelompok, maka pengkritik tersebut langsung dilabeli dengan "Penentang Sunnah" atau "Penentang Dakwah Sunnah" atau terkadang "Penentang Dakwah Salaf". Seakan-akan ketika ada yang tidak sama dengan pemahamannya, maka secara otomatis bertentangan dengan Al-Qur'an atau Sunnah Rasulullah. Hal ini tentu sangat bertentangan dengan sikap para salaf dalam menghadapi perbedaan. Salah satu sikap salaf yang perlu dijadikan contoh adalah sikap Umar bin Khattab berikut ini seperti yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi كَتَبَ كاتِبٌ لِعُمَرَ بنِ الخطابِ: هذا ما أرَى اللهُ أميرَ المُؤمِنينَ عُمَرَ. فانتَهَرَه عُمَرُ وقالَ: لا، بَلِ اكتُبْ: هذا ما رأى عُمَرُ، فإِن كان صَوابًا فمِنَ اللهِ، وإِن كان خَطأً فمِن عُمَرَ [أبو بكر البيهقي، السنن الكبرى للبيهقي ت التركي، ٣٤٠/٢٠] “Ada seorang yang menulis keputusan...

Jenjang Kurikulum Ilmu Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah

Jenjang Kurikulum Ilmu Akidah Ahlussunnah Wal Jamaah Jenjang kurikulum ilmu akidah Ahlussunnah wal Jamaah menurut Syaikh Said Fodah. Save  Abdul Wahab Ahmad 17 Desember 2020·  Sistematika pembelajaran atau kurikulum ilmu tauhid (aqidah) yang disusun oleh Syaikh Said Foudah. • Level 1 (al-Mustawa al-Awwal) 1. Matan Khoridah al-Bahiyyah, beserta syarahnya yang ditulis oleh Syaikh Abu al-Barakat al-Dardir 2. Syarh Umm al-Barahin, karya Imam al-Sanusi 3. Nadzm Jauharah al-Tauhid, beserta syarahnya; Hidayah al-Murid yang ditulis oleh al-Nadzim sendiri yaitu Syaikh Ibrahim al-Laqqani • Level 2 (al-Mustawa al-Tsani) 1. Al-Iqtishad fi al-I'tiqad, karya Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali 2. Ma'alim Ushul al-Din, karya Imam Fakhruddin al-Razi 3. Syarh al-Aqidah al-Kubra, karya Imam al-Sanusi 4. Syarh al-Aqaid al-Nasafiyyah, karya Sa'd al-Din al-Taftazani • Level 3 (al-Mustawa al-Tsalits) 1. Matholi' al-Andzhor 'ala Thowali' al-Anwar, karya Syamsuddin al-Ashfahani. Kitab ini ...

Komunitas Kajian Islam

Kajian Islam Kajian Islam Kajian Islam Masjid Almaarif Tarakan NU Online